2009/06/11

Bayi 41 Hari Tewas Usai Diimunisasi, * Diduga Tewas Korban Malpraktik


KAYUAGUNG - Seorang bayi yang baru berusia 41 hari bernama Mutiara, warga Desa Tanjung Temiang, Kecamatan Tanjung Raja, Kabupaten Ogan Ilir (OI), akhirnya merenggang nyawa di RSUD Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), setelah mengalami panas tinggi dan kejang-kejang, Kamis, sekitar pukul 12.10 WIB.
Buah hati Junaidi (35) dan Hermawati (29) itu diduga menjadi korban malpraktik Bidan Desa Tanjung Temiang bernama Yusmiyati, karena sebelum meninggal dunia bayi tersebut pada 28 Mei lalu pernah disuntik imunisasi di Posyandu setempat oleh Bidan Yus.
Sejak diberikan suntikan imunisasi itu, tubuh korban mengalami demam tinggi 38 derajat celcius serta kejang-kejang.
Agoel Librandio, salah seorang keluarga korban mengatakan, bayi malang tersebut sempat kritis semalaman, sehingga dirujuk ke RSUD Kayuagung dan siang harinya korban meninggal dunia.
Musibah tersebut tentu saja membuat orang tua korban merasa terpukul, karena saat datang ke Posyandu Desa Tanjung Temiang, Mutiara dalam kondisi sehat walafiat tanpa ada keluhan apapun.
“Anak saya dalam kondisi sehat ketika dibawa ke Posyandu, tetapi setelah diberikan suntikan imunisasi, Mutiara mengalami panas tinggi, kejang-kejang dan akhirnya meninggal dunia,” kata Agoel meniru keluhan Junaidi yang disampaikan kepadanya.
Agoel menjelaskan, orang tua korban rencananya akan meminta pertanggung-jawaban terhadap bidan desa tersebut, karena dianggap lalai memberikan pelayanan.
“Memang arahnya telah terjadi malpraktik yang dilakukan oknum bidan desa itu, sehingga orang tua korban meminta pertanggung-jawabannya,” ucap anggota DPRD OI dari Partai Demokrat tersebut.
Kepala Puskesmas Tanjung Raja dr Hj Dhanita Amir, saat dikonfirmasi mengatakan, apa yang telah dilakukan Bidan Desa Yusmiyati telah sesuai dengan prosedur medis, namun pihaknya mengakui jika bayi tersebut mengalami demam tinggi dan kejang-kejang setelah disuntik Disteri Pertusi Tetanus (DPT) HB dengan 5 dosis @ 0.5 ml.
“Apa yang kami lakukan telah sesuai dengan prosedur medis, namun kami tidak menyangkal jika balita tersebut mengalami demam tinggi dan kejang-kejang setelah disuntik,“ ungkapnya.
Menurut Dhanita, persisnya 5 Juni 2009, Hermawati dan Mutiara datang lagi ke rumah Yusmiyati, karena korban mengalami panas tinggi dan saat itu Bidan Desa tersebut memberikan sirup parasetamol untuk menurunkan panas.
Tetapi, panas korban tidak turun, lalu saat melihat kondisi Mutiara semakin parah, orang tuanya pun langsung membawa bayi itu ke Puskesmas Tanjung Raja untuk mendapatkan perawatan.
Namun, belakangan tubuh bayi malang itu justru semakin panas yang disertai dengan kejang-kejang dan selanjutnya pihak Puskesmas Tanjung Raja memutuskan untuk merujuk pasien ke RSUD Kayuagung, karena keadaan pasien sangat kritis.
Dhanita menambahkan, memang ada gejala yang timbul akibat suntikan DPT, yakni Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), namun kondisi tersebut terbilang biasa terjadi dan pihak Puskesmas Tanjung Raja tidak lepas tangan begitu saja dengan apa yang terjadi pada balita tersebut.
Sementara dr Laili, dokter yang menangani bayi malang tersebut mengatakan, pasien menderita meningitis (radang selaput otak), namun karena terlambat dirujuk, akhirnya balita tersebut meninggal dunia.
“Jika pasien tidak terlambat dirujuk maka bisa diselamatkan, karena balita tersebut menderita meningitis atau radang pada selaput otaknya dan kondisi terakhirnya terdapat benjolan di ubun-ubun, serta gejala letargi (tubuh lemah),“ kata Laili.
Kepala Dinas Kesehatan OI drg H Izwar Arfanni MKes menyangkal bila balita malang itu meninggal dunia akibat malpraktik yang dilakukan Bidan Desa Tanjung Temiang.
“Itu bukan korban malpraktik, karena korban dibawa Posyandu untuk diberikan suntikan imunisasi, tetapi diduga balita tersebut sakit akibat daya tahan tubuhnya tidak kuat diberikan suntikan imunisasi,” katanya sembari berjanji akan menyelidiki penyebab kematian Mutiara itu. (ian/eka)

Kades Tak Bisa Diangkat jadi PNS

JAKARTA - Jumlah kepala desa (kades) yang sangat banyak tidak memungkinkan mereka untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pasalnya, dengan jumlah desa yang mencapai 70.661, maka beban keuangan negara akan semakin berat bila harus menggaji kades. Terlebih, Sekretaris Desa (sekdes) juga sudah diangkat menjadi PNS.
Mendagri Mardiyanto mengatakan, pihaknya menghargai aspirasi yang menginginkan kades juga diangkat menjadi PNS, sebagaimana sekdes. Namun, dia berharap masyarakat bisa memahami beban keuangan negara. “Kalau kepala desa diangkat menjadi PNS, padahal sebentar lagi masuk usia pensiun, maka negara juga harus memberikan uang pensiunan. Kalau sudah meninggal, masih juga harus memberikan pensiunan janda kepada istrinya. Ini cukup berat,” ujar Mendagri Mardiyanto usai memberikan pengarahan dalam acara Seminar dan Silaturahmi Nasional Forum Komunikasi Pamong Praja di Jakarta, Kamis (11/6). Sebelumnya, di acara tersebut Mardiyanto sudah menjelaskan hal itu.
Alasan lain, masih kata mantan Gubernur Jawa Tengah itu, struktur pemerintahan desa sangat berbeda dengan struktur pemerintahan pada umumnya. Seorang kades pun, biasanya terpilih karena dia seorang tokoh masyarakat di desa itu. Dulu, kades bisa menjabat seumur hidup. Lantas, dalam perkembangannya, dibuat aturan bahwa kades hanya bisa menjabat selama delapan tahun. “Sekarang menjadi hanya enam tahun, dan dapat dipilih untuk satu kali lagi,” ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Mardiyanto berharap, dari acara seminar yang digelar para alumni Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) itu bisa diperoleh masukan mengenai model pemerintahan desa yang ideal, termasuk bagaimana mengatur mengenai jabatan kades. Dikatakan, saat ini sedang dirancang revisi Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Rencananya, UU itu akan dipecah menjadi tiga, yakni UU pemerintahan daerah, UU tentang pilkada, dan UU tentang pemerintahan desa.
Pernyataan Mardiyanto mengenai bisa tidaknya kades menjadi PNS, terkait dengan usulan sekitar 800 kades dari 16 Kabupaten/Kota se-Jawa Barat yang minta agar diangkat menjadi PNS. “Dengan diangkatnya Sekda jadi PNS, satu sisi kami bersyukur tapi satu sisi telah menimbulkan kecemburuan Kades dan Perangkat Desa,” ujar Ketua DPD Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Ipin Aripin, kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla di Bandung, Jawa Barat, 4 Juni 2009.
Dalam tanggapannya, Jusuf Kalla tidak menjanjikan kades akan dijadikan PNS. Capres dari Golkar dan Hanura itu hanya mengatakan, sudah selayaknya ada tunjangan jabatan untuk kepala desa. Ini sama halnya seperti bupati, gubernur bahkan presiden.
Aspirasi yang sama muncul saat Jusuf Kalla ke Sidorajo, Jawa Timur, 9 Juni 2009. Dalam forum silaturahmi dengan 1000 kepala desa se-Jawa Timur itu, JK menjelaskan tunjangan kades yang dijanjikan tahun depan diberikan, akan diatur dalam UU Pemerintahan Desa. JK mengatakan besaran tunjangan jabatan untuk kepala desa diharapkan lebih tinggi dibandingkan sekdes yang saat ini sudah menjadi PNS. (sam/JPNN)

HUMOR KITE/Hati-hati Rahasia Anda Bisa Diketahui PLN

HUMOR KITO

Satu pasangan muda sangat bersuka cita demi mengetahui sang isteri hamil muda. Namun sebelum mendapat kepastian dari dokter, mereka sepakat untuk merahasiakan kehamilan tersebut.
Isteri: “Pa, nggak usah diomongin dulu ya… takut gagal, ‘kan nggak enak kalau sudah diomong-omongin…”
Suami: “Oke deh ma, janji nggak bakalan diomongin sebelum ada konfirmasi dokter.”
Tiba-tiba datang karyawan PLN ke rumah mereka untuk menyerahkan tagihan dan denda atas tunggakan rekening listrik mereka bulan yang lalu.
Tukang Rekening PLN: “Nyonya terlambat 1 bulan.”
Isteri: “Bapak tahu dari mana…? Papa… Tolong nih bicara sama orang PLN ini…!”
Suami: “Eh, sembarangan… bagaimana anda bisa tahu masalah ini?”
Tukang Rekening PLN: “Semua tercatat di kantor kami, Pak.”
Suami (tambah sengit): “Oke, besok saja saya ke kantor Bapak untuk menyelesaikan masalah ini!”
Keesokan harinya…
Suami: “Bagaimana PLN tahu rahasia keluarga saya?”
Karyawan PLN: “Ya tahu dong, lha wong ada catatannya pada kami!”
Suami: “Jadi saya mesti bagaimana agar berita ini dirahasiakan, Pak?”
Karyawan PLN: “Ya mesti bayar dong Pak!”
Suami (sialan gue diperes nih!): “Kalau saya tidak mau bayar, bagaimana?”
Karyawan PLN: “Ya punya Bapak terpaksa kami putus…”
Suami: “Maknya di kupyak…? Lha, kalo diputus… nanti istri saya bagaimana…?”
Karyawan PLN: “Kan masih bisa pakai lilin.”
· · · · · · *.*_& (roel)

* Ayudya Bing Slamet Pasca Kasus Foto Ciuman, Ogah Bicara Pacar


Bintang sinetron Ayudya Bing Slamet pernah membuat heboh dengan kasus foto ciumannya dengan sang kekasih yang beredar di internet. Ayu yang kini jarang terlihat di layar kaca, ogah menjawab saat ditanya soal siapa pacarnya sekarang.
“Aku nggak mau jawab. Nggak disembunyiin. Punya sih tapi ya udah lah,” ujarnya malas saat ditemui di Studio Penta, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, kemarin.
Ketimbang membicarakan kekasihnya, Ayu lebih suka berbagi soal kesibukannya sekarang. Dara 18 tahun itu mengaku tengah sibuk syuting sinetron stripping dan kuliah.
Ayu saat ini tercatat sebagai mahasiswi semester dua Universitas Bina Nusantara jurusan Manajemen. Sejauh ini, bintang sinetron Cowok Impian itu bisa membagi waktu antara kuliah dan pekerjaannya di dunia akting.
“Kuliah aku nggak banyak kok. Kuliah menurut aku penting banget untuk nentuin ke depannya gimana,” tandas Ayu. (roel)

Wabub OKI Buka Bulan Bakti Gotong Royong Masyarakat * Lantik 17 Kades

KAYUAGUNG – Wakil Bupati OKI H Engga Dewata Zainal S Sos, membuka acara bulan bakti gotong royong masyarakat (BBGRM) dan melantik 17 Kepala Desa (Kades), serta menyerahkan Surat Keputusan (SK) Penetapan besaran Anggaran Dasar Desa (ADD) di Desa Sumber Deras, Kecamatan Mesuji, Kamis.
Salah seorang tokoh masyarakat setempat Suprianto mengaku, pihaknya sangat senang dan mengucapkan terima kasih atas kunjungan Wabup tersebut. “Kami benar-benar merasa terhormat, karena desa kami telah dipercaya dijadikan sebagai tempat acara BBGRM itu,” katanya.
Selain itu, Suprianto mewakili masyarakat Desa Sumber Deras mengucapkan selamat kepada Bupati OKI Ir H Ishak Mekki MM dan Wakilnya H Engga Dewata Zainal S Sos yang telah terpilih sebagai kepala daerah di kabupaten tersebut untuk lima tahun kedepan. “Kami semua mendoakan agar Bapak Ishak dan Engga agar dapat mewujudkan OKI mandiri serta sejahtera,” tegasnya.
Pada kesempatan itu, Suprianto menyempatkan diri meminta bantuan kepada Bupati OKI agar membantu pembangunan Masjid Jamik Sumber Deras. “Saat ini dana dari swadaya masyarakat sudah terkumpul Rp533 juta, tetapi masih diperlukan Rp526 juta lagi untuk menyelesaikan pembangunan tempat ibadah Umat Islam tersebut,” ungkapnya.
Kepala Badan PMPD OKI Drs H A Hamid MSi mengatakan, tujuan BBGR adalah memelihara dan menjaga semangat gotong royong masyarakat dalam pembangunan. “Kegiatan ini kami beri tema ‘Dengan Semangat Gotong Royong Masyarakat, Kita Tekadkan OKI Bisa Berdayakan Masyarakat Menuju Kemandirian’,” ujarnya.
Adapun Kades yang dilantik merupakan hasil pemilihan Maret sampai Mei 2009, antara lain Kades SP3 Makmur, Kecamatan Tulung Selapan dan Kades Sinar Harapan Mulya, Kecamatan Teluk Gelam.
Juga diserahkan SK Bupati OKI tentang penetapan besaran dan ADD kepada Kades se Kabupaten OKI sebagai dasar penetapan APBDesa tahun 2009.
Wabup OKI Engga Dewata Zainal menambahkan, BBGR merupakan upaya untuk menjaga dan lebih menggelorakan semangat gotong royong dan peran aktiv masyarakat dalam pembangunan sesuai dengan nilai budaya masyarakat.
Engga berharap, seluruh instansi di OKI untuk memfasilitasi Kades/Lurah, serta mengarahkan dan mengevaluasi kegiatan yang ada dalam BBGRM selama satu bulan kedepan. Sedangkan Kades yang baru dilantik agar dapat melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung-jawab.
Terkait ADD, Engga meminta supaya Kades segera menindaklanjuti dengan penyusunan APBDesa melalui mekanisme Musrenbangdes di setiap desa. “Penggunaan ADD harus transparan dan dapat dipertanggung-jawabkan,” tandasnya. (eko)

Menghadapi Stigma, Melawan Media, Demi Pembelajaran Publik


Citra negatif kerap mewarnai perjalanan hidup dan karir seorang Tommy Winata (TW). Selain tudingan sebagai raja judi dan pebisnis senjata ilegal, dia juga pernah terlibat sengketa dengan insan pers. Tapi di balik itu, TW punya penilaian tersendiri atas citra diri dan relevansinya dengan kondisi kebangsaan kita saat ini.

M YUSUF AR- Lampung

Seperti apa?Pergaulan dengan tentara, menempa TW kecil hingga dewasa sebagai pribadi disiplin dan berwawasan kebangsaan. Pandangan-pandangannya terhadap nasionalisme keindonesiaan sangat mengesankan. Kami sempat terperangah diam-diam dalam perbincangan yang berlangsung sekitar 50 menit itu.
Misalnya, dia mengingatkan kembali bagaimana prinsip gotong-royong dan azas musyawarah mufakat seakan terlupakan dalam praktik kenegaraan kita saat ini.
TW yang melanglang buana ke berbagai negeri di dunia ini justru mengingatkan bahwa sekarang kecenderungan pemikiran ke arah liberal, mengabaikan nilai-nilai luhur bangsa. “Ini tidak bagus. Kita seharusnya tetap teguh pada ekonomi Pancasila, ekonomi gotong-royong dan berkeadilan sosial,” jelas TW.
Pria berambut kombinasi hitam dan perak ini mengaku tidak luput menerapkan prinsip-prinsip Pancasila dalam berbangsa dan bernegara. Alasannya simpel, karena secara resmi Pancasila masih merupakan ideologi bangsa Indonesia.
“Pada saat semua orang bilang harus pakai lengan panjang, kemudian yang lain bilang tidak, pakai lengan pendek lebih bagus. Tapi kalau secara resmi protapnya pakai lengan panjang, maka saya akan bicara lengan panjang. Pokoknya berjalan sesuai konstitusi,” tegas TW.
Karena itu, dia mewanti-wanti untuk tidak lagi mengarahkan pemikiran orang-orang kepada adagium bahwa money can do everything, and then money can be set anything. Demi masa depan negara yang lebih baik. Menurut TW, kita lebih fokus pada pemikiran negatif yang tidak produktif menilai seseorang.
Seolah-olah bila melakukan sesuatu, pasti punya arah dan maksud tertentu. Sudah saatnya melihat sesuatu dari segi general knowledge terhadap big sale-nya yang berujung pada general development seseorang dimana dia menjadi kader yang pas untuk memimpin bangsa.
“Kenapa tidak dikonotasikan dalam perspektif itu, selalu dikonotasikan dalam perspektif finansial, ini yang gak bagus,” keluhnya. Fenomena seperti itu pulalah yang menimpanya. “Orang akan mengatakan bahwa TW lagi yang ngongkosin. Ini gak benar.
Ironisnya, sebagian di antara Anda (kalangan pers, red) menembak dalam gelap. Sekarang saya tanya, yang terzalimi siapa dengan isu itu, yang teraniaya siapa. Adilkah itu untuk saya?”
Adakah kekecewaan itu mendasari gugatan terhadap majalah berita mingguan Tempo? TW buru-buru menyela. Dia menyebut gugatan dengan pers itu sebagai pembelajaran, agar publik tahu persis duduk persoalannya. Sehingga gugatan ke media bukan bentuk dari sebuah permusuhan dan hubungan benar-salah.
“Target saya hanya ingin rakyat dan pengusaha di Tanah Abang tahu kalau berita itu tidak benar dan bukan saya pelakunya. Karena sampai kapan pun kan tidak pernah ada bukti bahwa saya adalah bagian dari pengusaha yang membangun dan membongkar Tanah Abang, cukup. Begitu mendapatkan itu, I complete my target,” urainya.
Dia mengaku tidak mempersoalkan kalah, denda atau menang. Kalaupun dia menangkan, termasuk proses denda-mendenda atau dihukum, perdata ataupun pidana, itu semua hanya bagian dari compliment of the target.
Yang paling penting (main course-nya), kata TW, adalah bangsa Indonesia, masyarakat Jakarta dan khususnya warga Tanah Abang tahu, bukan dirinya yang mengondisikan sampai terbakar. That’s all.
Tampaknya, seperti apapun usaha TW menepis stigma dengan berbagai penjelasan dan usaha sosial, tetap saja sulit mencitrakan diri sebagai orang “baik-baik”.
Keberpihakannya dengan banyak kalangan terutama TNI-Polri memang memunculkan banyak musuh. Musuh-musuh TW seperti diakuinya, tidak hanya anak bangsanya sendiri, tapi memasuki wilayah internasional. Semua itu terkait kepentingan asing terhadap Indonesia begitu besar.
“Kalau saja semua stakeholder mengerti, maka masih bisakah negara maju mengeksploitasi kita secara tidak sehat. Mengambil timah kita, batubara, emas, minyak, tembaga, perairan, dst.,” katanya. Dia menilai kalau semua ucapannya diwujudkan, maka akan banyak orang yang membayar lembaga non formal untuk melawan dirinya.
Karena itu, rasional bila ada orang yang dibiayai melakukan character assassinasion agar saya tidak dipercaya lagi oleh publik. Sementara orang lain akan membumbukan sisi lain TW kepada penulis-penulis yang boleh jadi kurang paham masalah sebenarnya.
Akibatnya, kata dia, muncullah pemred baru yang lagi mau cari top (sensasi) dengan cara tidak profesional. “Pokoknya hantam TW dulu deh, karena menghantam TW bisa langsung top. Maaf ya, saya bukannya prejudice tapi ini ril.”
Dia menyeruput kopi meski panasnya mulai berkurang. Telepon genggamnya diletakkan begitu saja di atas meja tempat kami mengobrol. Dahi kami berkerut seketika hampir tak percaya. Masak seorang taipan kaya raya sekelas TW hanya memakai hape seperti itu.
Baru kali ini kami sempat melihatnya sangat dekat. Tidak jelas mereknya apa, tapi warna dasar birunya saja sudah tidak tampak lagi, bahkan kelihatan belang-belang di hampir semua sisinya. Begitu pula angka dan huruf keypad-nya sudah tidak terlihat lagi. Satu hal yang masih terlihat baru hanyalah gantungan hape berwarna putih biru.
TW merendah sekali. Mungkin karena hanya bertemu di sebuah pulau yang jauh dari hiruk-pikuk metropolitan yang identik dengan kemewahan dan kecanggihan, dia hanya mengenakan teknologi sangat sederhana. Yakin saja, tiba di Jakarta, pasti sudah ditempeli teknologi canggih dan fasilitas yang serba wah. (*)

Pengikut

Office

Foto saya
Ogan Ilir, Ogan Komering Ilir, sumatera selatan, Indonesia