2009/05/25
Kades Talang Pangeran Dilaporkan ke Polisi
KAYUAGUNG - Kepala Desa (Kades) Talang Pangeran berinisial Na, dilaporkan puluhan warganya ke Polsek Teluk Gelam, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), karena diduga telah melakukan pemotongan terhadap dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) milik 110 Rumah Tangga Sasaran (RTS) di wilayah itu.
Salah seorang perwakilan warga, Jaini (50), saat ditemui di Polsek Teluk Gelam, kemarin, menjelaskan, jumlah RTS yang berhak menerima BLT senilai Rp200 ribu di desa itu adalah sebanyak 110 RTS.
Tetapi saat pembagian BLT, menurut Jaini, Kades Na tidak pernah membagikan kartu BLT kepada warga dan tiba-tiba pada 19 Mei 2009, pelaku melalui stafnya memberikan uang senilai Rp55 ribu kepada setiap kepala keluarga di desa tersebut.
“Saat kami tanyakan kenapa uang BLT yang diberikan hanya Rp55 ribu per RTS, Kades Na berkilah kalau uangnya sengaja dipotong karena ingin dibagi-bagikan kepada 344 kepala keluarga di desa itu sehingga semuanya kebagian dana kompensasi Bahan Bakar Minyak (BBM) tersebut,” ungkap Jaini.
Merasa tidak puas dengan jawaban yang diberikan, Jaini bersama beberapa warga lainnya, seperti Jailani, Zainal, Sangkut, Zahirudin, Sudarto, Kausar, Yurnal dan Iwan sepakat melakukan cross cek di lapangan, ternyata saat diselidiki tidak seluruh warga di desa itu kebagian BLT.
“Artinya Kades Na telah melakukan kebohongan kepada warganya. Lagi pula kalaupun 344 kepala keluarga di Desa Talang Pangeran diberi dana BLT secara merata senilai Rp55 ribu per KK, maka uangnya masih lebih sekitar Rp3 juta. Dikemanakan uang itu?,” tanya Jaini.
Setelah mengumpulkan bukti-bukti yang cukup, Jaini bersama puluhan warga Desa Talang Pangeran akhirnya melaporkan ulah Kades Na tersebut ke Polsek terdekat.
Kapolsek Teluk Gelam Aiptu Agus, saat dikonfirmasi membenarkan, pihaknya telah menerima laporan dari warga Desa Talang Pangeran perihal prilaku Kades Na yang diduga telah memotong dana BLT untuk 110 RTS tanpa melakukan musyawarah dengan perangkat di desa itu.
Berdasarkan keterangan pelapor dan saksi, serta bukti-bukti yang dikumpulkan, menurut Kapolsek, pihaknya untuk sementara ini menjerat Kades Na dengan pasal 378 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penggelapan dalam jabatan, karena seharusnya dana BLT senilai Rp200 ribu per RTS itu tidak boleh dipotong sepeser pun. (eko)
Eceng Gondok Penuhi Sungai Pinang Mas
INDERALAYA - Sungai di Desa Pinang Mas, Kecamatan Sungai Pinang, Kabupaten Ogan Ilir (OI), tepatnya di dekat jembatan cot setempat, sudah sejak lama dipenuhi eceng gondok, sehingga menutupi aliran air sungai yang lebarnya sekitar tujuh meter dengan panjang seratus meter.
Menurut masyarakat di sana, kepada Ogan Ekspres, kemarin, kondisi seperti itu sudah menjadi pemandangan yang biasa, karena keberadaan eceng gondok tersebut selalu memenuhi jembatan.
“Walaupun sudah dibersihkan, eceng gondok itu akan kembali memenuhi sungai. Apalagi saat air sungai surut, sehingga aktivitas warga khususnya yang menggunakan perahu saat pergi ke sawah menjadi terganggu,” kata Iman, warga Sungai Pinang.
Untung saja, menurut Iman, eceng gondok tersebut tidak masuk ke areal persawahan milik warga, karena petani di daerah itu telah memasang pagar jarak..
Pantauan di lapangan, tampak eceng gondok tersebut terkurung di antara areal persawahan yang terbentuk akibat pendangkalan aliran sungai, mulai dari tepat sebelum jembatan Cot hingga sejauh seratus meter ke arah belakang desa tersebut..
Keberadaannya sendiri tidak terlalu mengganggu konstruksi bangunan jembatan di sana, karena bentangan kaki jembatan tidak dihantam tumbuhan air tersebut. Dan bagi warga disana telah menggunakan air bersih dari PDAM dan hanya menggunakan air sungai untuk mencuci.
“Eceng gondok yang memadati airan sungai di bawah jembatan cot tersebut tidak pernah dibersihkan. Namun sekali-sekali ada sejumlah orang dari luar desa yang membelinya, untuk diolah menjadi kerajinan tangan atau pakan hewan ternak. Eceng gondok ini sendiri berasal dari aliran Sungai Ogan, “ tandasnya. (ary)
Kendaraan DPRD OI Nyaris Hangus Terbakar
* Terkait Manipulasi Data
oleh PPK Jejawi
KAYUAGUNG – Calon Legislatif (Caleg) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Daerah Pemilihan (Dapil) 2 Ujang Hambali (44) mengadukan manipulasi data yang dilakukan oleh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Kecamatan Jejawi Hadi Irawan ke Polres OKI.
Ujang Hambali didampingi Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten OKI Herman SH dan anggotanya Fahrudin SH mengadukan PPK Kecamatan Jejawi yang diketuai Hadi Irawan. Diduga PPK setempat telah memanipulasi data C1 yang dikirimkan ke Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) OKI.
Menurut Ujang, di 10 Tempat Pemungutan Suara (TPS) di desa tersebut, terbukti sudah 15 suara partai yang dihitung sebagai suara caleg tertentu, dan dirinya telah melaporkan kecurangan tersebut ke KPU Pusat dan Panwaslu Provinsi, dan meminta KPUD OKI untuk meninjau ulang hasil rekapitulasi di desa itu.
“Kami sudah menemukan 15 suara partai yang dihitungkan sebagai suara untuk caleg tertentu, dan kami juga mempunyai bukti rekpaitulasi PPK Jejawi yang tidak sesuai dengan perhitungan yang sebenarnya, dengan demikian saya merasa dirugikan, “ ungkap Ujang.
Sementara Ketua Panwaslu OKI Herman SH didampingi anggotanya Fahrudin SH saat dikonfirmasi, kemarin, mengatakan, pihaknya sebagai pendamping bagi caleg yang mengadukan kecurangan pemilu dan tidak bisa berbuat banyak.
“Kami hanya mendampingi para caleg yang mengadukan kecurangan pemilu saja, selebihnya tidak bisa karena ruang lingkup terbatas, “ jelasnya.
Kapolres OKI AKBP Drs Cok Bagus Ary Yudayasa melalui Kanit Gakkumdu Aiptu Acep Atmaja membenarkan telah menerima laporan dari caleg PPP dengan nomor laporan : LP/B/205/V/2009/Res OKI tersebut.
“Kami akan memeriksa terlebih dahulu barang bukti yang diberikan caleg tersebut, jika benar terjadi manipulasi data dari pihak PPK Jejawi, maka yang bersangkutan akan kita panggil guna memberikan keterangan,“ tandasnya. (ian)
Polisi yang Beruntung
Suatu hari terjadi kecelakaan sepeda motor di depan rumah Dokter Michael, yang sangat terkenal karena ahli menyembuhkan.
Orang yang terjatuh dari sepeda motor itu ditolong oleh seorang Polisi. Lalu terjadilah dialog:
Polisi: “Wah… untung bapak jatuh tepat di depan rumah Dokter Michael yang terkenal itu, jadi saya tidak perlu repot-repot membawa bapak ke rumah sakit. Sebentar ya Pak! saya panggilkan Dokter Michael…”
Lalu orang yang terjatuh dari sepeda motor itu berkata pada Pak Polisi…
Orang: “Wah… lebih beruntung lagi bapak polisi, tidak perlu repot-repot memanggil Dokter Michael, karena saya sendiri adalah Dokter Michael…”
Polisi: “!!!???”. (roel)
Orang yang terjatuh dari sepeda motor itu ditolong oleh seorang Polisi. Lalu terjadilah dialog:
Polisi: “Wah… untung bapak jatuh tepat di depan rumah Dokter Michael yang terkenal itu, jadi saya tidak perlu repot-repot membawa bapak ke rumah sakit. Sebentar ya Pak! saya panggilkan Dokter Michael…”
Lalu orang yang terjatuh dari sepeda motor itu berkata pada Pak Polisi…
Orang: “Wah… lebih beruntung lagi bapak polisi, tidak perlu repot-repot memanggil Dokter Michael, karena saya sendiri adalah Dokter Michael…”
Polisi: “!!!???”. (roel)
Perjuangan Para Istri Pejabat yang Suaminya Tersangkut Kasus Hukum, Kepada Anak, Bilang Bapak Ikut SBY ke Luar Negeri
Nita Kesumawati dan Hetty Koes Endang memiliki cara berbeda dalam menjelaskan kepada anak-anak atas kasus hukum yang menimpa sang suami.
Seperti apa?
Anggit Satriyo-titik Andriyani, Jakarta
SAMPAI hari ini, Nita Kesumawati masih berharap-harap cemas. Permintaannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar membuka dua rekening tabungan milik suaminya, Sarjan Tahir, yang diblokir sejak tahun lalu, belum juga dikabulkan.
Untuk mengurus pembukaan rekening, wanita 38 tahun itu dua pekan lalu pernah mendatangi KPK. Namun, dia tidak mendapatkan jawaban yang me ngenakkan. Jaksa KPK berdalih banyak pekerjaan.
Nita juga mendesak petugas KPK menulis surat pernyataan agar rekening itu segera dibuka. Karena tidak ada kertas di ruang itu, surat pernyataan tersebut pun ditulis di lembaran kertas seadanya. Kertas resep obat dari dompetnya pun jadi.
“Saya meminta membuka rekening itu segera. Saya cek terakhir tanggal 22 Mei. Ternyata belum juga dibuka. Padahal, rekening itu perlu untuk kehidupan sehari-hari saya dan anak-anak,” jelasnya saat ditemui di kediamannya, Perum Mediterania, Jakarta Selatan, Sabtu malam (23/5). Dia berencana hari ini kembali mendatangi gedung KPK untuk menanyakan hal yang sama.
Pantas saja, Nita uring-uringan. Sejak vonis Sarjan Tahir berkekuatan hukum tetap 28 Januari lalu, KPK seharusnya sudah membuka rekening-rekening tabungan yang diblokir. Saat penyidikan Sarjan, KPK memblokir tiga rekening tabungan. Satu rekening sebenarnya telah dibuka, namun dana yang tersimpan digunakan untuk membayar denda Rp 200 juta yang dibebankan oleh majelis hakim. ‘’Saya kira, ini hak saya. Jadi, tunggu apa lagi kalau tidak dibuka-buka? Rekening itu juga tidak ada kaitannya dengan kasus ini. Suami saya tidak sepeser pun merugikan negara,” keluhnya.
Ya, 28 Januari 2009, majelis hakim Pengadilan Tipikor yang diketuai Gusrizal menghukum Sarjan Tahir 4,5 tahun penjara. Anggota Komisi IV DPR itu dinilai terlibat korupsi alih fungsi Hutan Pantai Air Telang untuk pembangunan Pelabuhan Tanjung Api-Api, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Menurut hakim, Sarjan mendapatkan bagian Rp 360 juta. Uang itu merupakan pemberian Chandra Antonio Tan, pengusaha Sumsel yang diminta untuk memberikan dana Rp 5 miliar ke DPR.
Majelis hakim menyebut Sarjan tidak berdiri sendiri dalam melakukan perbuatannya. Dia bersama-sama dengan anggota lain komisi IV. Mereka Yusuf Erwin Faishal, Hilman Indra, Azwar Chesputra, Direktur PT Chandratex Chandra Antonio Tan, mantan Sekda Sumsel Sofyan Rebuin, dan mantan Gubernur Sumsel Syahrial Oesman. Sarjan pun menerima putusan itu. Dia harus menghabiskan hari-harinya di tahanan untuk 4,5 tahun ke depan.
Sejak kasus korupsi membelit suaminya, Nita harus menghadapi semua cobaan itu sendirian. Maklum, dua anaknya masih kecil.
Wanita berkerudung itu mengaku mengetahui suaminya terlibat kasus korupsi saat membaca running text di televisi pada akhir April 2008. “Tiba-tiba suami saya menelepon. Dia bilang, ‘Ma sudah baca berita belum?’,” katanya.
Berita itu menjelaskan bahwa KPK menetapkan Sarjan sebagai tersangka korupsi alih fungsi hutan lindung untuk pembangunan Pelabuhan Tanjung Api-Api. Malam itu, telepon dari sejumlah kolega terus berdering. Puluhan SMS masuk bertubi-tubi. “Semua menanyakan kebenaran kasus itu,” ungkapnya.
Sarjan mengaku mendapatkan surat pemanggilan penyidikan sebagai tersangka 1 Mei 2008. Saat itu, rencananya, dia disidik 2 Mei 2008. “Waktu itu kami semua ada di Palembang. Saya protes kepada petugas KPK yang mengantar surat. Mengapa sangat mendadak? Kami benar-benar shock,” ungkapnya. Meski demikian, Nita menyarankan suaminya memenuhi panggilan penyidikan itu. “Kami sebagai orang hukum tentu harus taat,” terangnya. Hari itu pula, dari Palembang, Sarjan terbang ke Jakarta.
Esok harinya, Nita mendapatkan telepon dari suaminya kembali. Kali ini lain. Sarjan meminta Nita tabah menghadapi cobaan tersebut. Sebab, usai penyidikan, Sarjan tidak bersama keluarganya lagi. Dia harus menjalani penahanan di Polres Jakarta Utara.
Sejak itu, setiap hari Nita menyempatkan diri menjenguk suaminya di tahanan. Selain membawakan pakaian ganti, Nita menenteng bekal makanan. “Bapak itu tak neko-neko, tak minta yang aneh-aneh. Makanan biasa saja,” ujarnya. Nita juga membawakan nasi kotakan untuk sejumlah tahanan lain.
Aktivitas Sarjan di tahanan adalah mengajar bahasa Inggris kepada tahanan lain. Dia juga menjadi penceramah tetap saat salat berjamaah bersama tahanan.
Kesetiaan Nita mendampingi Sarjan juga terlihat saat sidang. Nita tidak pernah absen saat suaminya didudukkan di kursi terdakwa. Dia selalu merekam setiap agenda sidang. Sesudah sidang, Sarjan pasti menyempatkan diri mencium kening istrinya. Nita pun takzim mencium tangan suaminya.
Bagaimana langkah Nita menceritakan kasus korupsi itu kepada dua anaknya yang masih berusia 6 tahun dan 3 tahun? Soal ini, Nita punya cerita menarik. “Saya selalu cerita bahwa bapak ikut perjalanan ke luar negeri bersama Pak SBY,” katanya. Namun, anak-anaknya pernah mengajukan protes. “Dia menanyakan mengapa perjalanannya lama sekali,” tuturnya.
Soal ini Nita menjawab, “Saya katakan saja. Tadi saat kamu tidur bapakmu pulang. Bapak cium kamu, lalu diajak Pak SBY ke luar negeri lagi,” terangnya.
Saat Sarjan menjalani hukuman 4,5 tahun penjara, Nita juga tetap setia mengunjungi suaminya. Seminggu tiga kali, dia selalu bertandang ke Cipinang. Dia juga harus pintar-pintar membagi waktu antara berkuliah magister manajemen di Universitas Mercu Buana dan bekerja di Perwakilan Pemprov Sumatera Selatan di Jakarta. “Saya ajak mereka bertemu dengan bapaknya. Saya bilang bapak sedang melatih polisi,” katanya.
Saat di Palembang, Sarjan memang kerap mengisi pelatihan kepemimpinan. Salah satunya, Sarjan aktif mengisi Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa (LDKS) di beberapa SMA di Palembang.
Ketabahan luar biasa juga ditunjukkan artis senior Hetty Koes Endang, istri anggota Komisi IV DPR Yusuf Erwin Faisal. Yusuf juga terlibat kasus yang sama dengan Sarjan. Hakim juga telah memvonisnya 4,5 tahun penjara. Saat ini, dia menjalani masa hukuman di Lapas Cipinang.
Menurut Hetty, kejadian yang dialami suaminya adalah takdir dari Allah. “Apa yang dialami bapak itu adalah bagian dari rahasia Allah,” katanya. Dia mengibaratkan perjalanan hidup manusia seperti putaran waktu. “Manusia hidup itu tidak selamanya berada di posisi jam 12, tapi kadang juga jam enam,” ujarnya kemarin. Itu wawancara pertama Hetty dengan wartawan sejak suaminya diduga terlibat kasus tersebut. Sebelumnya, Hetty selalu mengunci bibir ketika disinggung mengenai kasus yang menjerat suaminya tersebut.
Hetty menerangkan bahwa apa yang dilakukan suaminya selama ini hanya untuk kepentingan partai. “Apa pun yang dikerjakan untuk bendera partai, apa pun untuk pekerjaan,” ungkapnya. Hetty juga mengingat suaminya sebagai orang yang ektrahati-hati dalam bertindak.
Terkait dengan kasus hukum yang dialaminya itu, Hetty menyebutnya sebagai cobaan. “Saya sama sekali tidak malu. Namun, ini justru cobaan yang nikmat,” terang wanita 52 tahun tersebut.
Hetty menerangkan bahwa suaminya terbelit kasus itu karena sistem pilih tebang dalam penegakan hukum. “Dipilih-pilih, lalu ditebang. Bukan tebang pilih,” katanya. “Nah, kebetulan, partai suami saya lagi morat-marit. Maka, dipilihlah dia untuk ditebang,” katanya.
Dia mengaku mendapatkan banyak hikmah. Antara lain, hubungan dengan suaminya menjadi semakin erat. “Kalau selama ini supersibuk, sekarang bisa bertemu terus. Saya menerangkan kepada anak-anak bahwa kami tetap bersama, hanya bapak tidak tidur di rumah,” kata ibu empat anak tersebut.
Kesetiaan Hetty yang telah mendampingi suaminya selama 18 tahun itu sama sekali tidak goyah dengan kasus tersebut. Setiap hari Hetty membesuk suaminya di tahanan. Kalau anak-anaknya sibuk sekolah, Hetty mengajak keponakannya. “Kalau dihitung-hitung, sudah 11 bulan setiap hari. Itu hanya masalah kecil bagi kami,” ungkapnya.
Saat sidang berlangsung, Hetty juga tidak pernah satu kali pun absen. Saat palu sidang untuk suaminya diketukkan, Hetty juga berusaha tegar. “Istri mana yang tak menjerit suaminya dihukum 4,5 tahun. Tapi, saya berusaha selalu tegar,” jelasnya.
Sebagai istri, Hetty juga harus patuh menerima nasihat suaminya. Salah satunya, dia diminta menahan diri dari dunia keartisan yang selama ini membesarkannya. “Saya ini seorang istri yang selalu menurut suami. Menyanyi memang sudah profesi saya. Saya diminta mengerem dulu,” jelasnya. Sebenarnya, Hetty menerima banyak tawaran menyanyi di berbagai acara. Undangan keluar negeri, termasuk Malaysia dan Belanda, juga datang silih berganti. “Dengan halus, saya menolaknya dulu,” ungkapnya. (Dilengkapi Bram Soesanto/jpnn/nw)
Langganan:
Postingan (Atom)