2009/05/24

Cerita Venna, Miing, dan Eko Patrio Menuju Gedung DPR, Ibu-Ibu Protes Tidak Ada Nama Miing


Venna Melinda, Miing Bagito, dan Eko Patrio merupakan tiga di antara 16 artis yang lolos ke Senayan, menjadi anggota DPR. Mereka bercerita tentang kiat jitu meraup dukungan masyarakat dan bertekad siap meninggalkan gemerlapnya dunia selebriti sejak terpilih belum lama ini.

Saat Pemilu Legislatif (Pileg) 2009 pada 9 Mei lalu, Miing mendapatkan cerita seru tentang konstituennya di dapil Banten I yang mencakup Pandeglang dan Lebak. Seorang ibu tiba-tiba keluar dari bilik suara dengan menunjuk surat suara sambil berteriak, “Aing hayang Miing, euweuh di dieu (Saya mau Miing, ini tidak ada di sini).”
Panitia pengawas pemilu (panwaslu) memberikan penjelasan. Dia menunjukkan bahwa sesungguhnya Miing itu ada. Hanya, namanya Dedi Suwandi Gumelar, nama aslinya. “Tapi, si ibu itu tetap tidak percaya sampai akhirnya dibawa ke sekitar lokasi. Di sana ada poster saya besar. Di bawahnya ada nama asli saya. Baru deh si ibu percaya,” kisah Miing saat ditemui Jawa Pos di Plasa Senayan pekan lalu.
Cerita tersebut dirasa Miing kontras dengan apa yang terjadi kepadanya selama masa kampanye. Pelawak yang melejit bersama grup lawak Bagito itu merasakan bahwa nilai jualnya sebagai selebriti sesungguhnya tidak tinggi lagi.
Terbukti, imbuh dia, selama masa kampanye, dirinya tidak pernah masuk media infotainment dan jarang muncul di TV. “Kayaknya saya sudah nggak menarik untuk dijual, terutama di infotainment,” ucap Miing yang datang bersama dua anaknya, Annisa Qurratuain, 11, dan TB Muammar Khadafi, 9.
Maka, Miing menganalisis dirinya bahwa dalam menghadapi pertempuran di dapilnya sendiri, setidaknya ada lima tantangan. Salah satunya adalah tidak ada nama Miing itu. Aturan memang mengharuskan surat suara mencantumkan nama asli, bukan nama singkat atau alias. “Walaupun saya tidak jual brand Miing, tetap banyak orang mengenal saya sebagai Miing,” terus komedian yang ingin duduk di Komisi II DPR tersebut.
Miing menyatakan, kampanye dilakukannya di luar kategori mainstream. Dia tidak “meninggalkan kesan” pada saat pemilu tinggal menghitung hari. Sebaliknya, dirinya memperkenalkan diri dan memahami masyarakatnya selama delapan bulan. “Sayang sekali saya tidak bawa. Saya ini punya DVD dua seri dokumentasi selama delapan bulan,” ujar pria kelahiran Lebak, Banten, 9 Juli 1958 itu.
Di desa yang merupakan kampung halamannya, Miing kembali menghidupkan saluran irigasi yang sudah tidak berfungsi selama sepuluh tahun. “Selama itu 320 petani di sana menggarap sawah mengandalkan pertanian dari tadah hujan. Saya datang, saya rundingkan dengan mereka, dan saya kerjakan selama dua bulan,” ungkapnya.
Menurut Miing, saat ini sawah seluas 196 hektare di Cipanas, Kabupaten Lebak, Banten, tersebut sudah dialiri air. “Bahkan bisa dipakai untuk tambak budi daya ikan. Yang tadinya hanya panen setahun sekali, sekarang setahun tiga kali. Di 196 hektare sekarang ngocor airnya,” papar Miing lantas tersenyum.
Dia menghindari kampanye dengan uang. “Misalnya kasih mi instan, kasih amplop, itu tidak saya lakukan. Tidak mendidik. Tapi, memang kemudian ada ibu-ibu bilang, ‘Kang Miing, mana uangnya? Si ini si itu kasih uang.’ Saya bilang, itu namanya menyuap,” tegasnya.
Ada cerita lagi. Di salah satu SMP negeri di sana, ada dua kelas yang tidak punya bangku. Siswanya terpaksa duduk di lantai saat belajar. “Saya melihat betul karena saya diundang ceramah Isra Mikraj. Lalu, saya kumpulkan si wali murid dan kepala sekolah. Katanya sudah mengajukan ke diknas, tapi belum ada sumbangan. Nggak seberapa duitnya itu,” tuturnya.
Tapi, lagi-lagi Miing tidak ingin sekadar memberikan uang. Dimintalah setiap wali murid iuran 10 sampai 15 batang paku. Walaupun akhirnya ada yang sampai membawa 0,5 kilogram. “Terus, saya minta yang bisa potong kayu tunjuk tangan. Ada empat orang. Yang bisa menyerut empat orang, ngecat sekian orang. Oke, saya beli papan, kerjain, jadi dua kelas,” paparnya. (gen/tia)

Tidak ada komentar:

Pengikut

Office

Foto saya
Ogan Ilir, Ogan Komering Ilir, sumatera selatan, Indonesia